Senin, 11 Oktober 2010

PHYSICAL AND CHEMICAL CONTROL OF MICROBIAL GROWTH

LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI UMUM

PHYSICAL AND CHEMICAL CONTROL OF MICROBIAL GROWTH



oleh:
Nanang Juhanudin














LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Secara klasik jasad hidup digolongkan menjadi dunia tumbuhan (plantae) dan dunia binatang (animalia). Mikroba di alam secara umum berperanan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperanan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh mikroba redusen adalah bakteri dan jamur (fungi) (Black, J. B. 2005).

1.2 Rumusan Masalah
Adakah pengaruh faktor kimia dan fisika terhadap petumbuhan mikroba ?
Bagaimana mekanisme kerja anti biotik terhadap mikroba ?

1.3 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor fisik dan kimia terhadap pertumbuhan mikroorganisme serta untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja antibiotik.

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu dan terampil dalam menggunakan alat-alat, serta mengerti mekanisme terjadinya mutasi terhadap mikrobia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa bakteri mengakumulasi senyawa-senyawa yang kaya akan air, sehingga membentuk suatu lapisan di permukaan luar selnya yang disebut sebagai kapsul atau selubung berlendir. Fungsinya untuk kehidupan bakteri tidak begitu esensial, namun menyebabkan timbulnya sifat virulen terhadap inangnya. Dalam pembentukan agregasi tanah, senyawa yang terkandung dalam kapsul atau lendir inilah yang sangat berperan. Keberadaan kapsul mudah diketahui dengan metode pengecatan negatif menggunakan tinta cina atau nigrosin. Kapsul akan tampak transparan diantara latar belakang yang gelap. Pada umumnya penyusun utama kapsul adalah polisakarida yang terdiri atas glukosa, gula amino, rhamnosa, serta asam organik seperti asam piruvat dan asam asetat. Ada pula yang mengandung peptida, seperti kapsul pada bakteri Bacillus sp. Lendir merupakan kapsul yang lebih encer. Adakalanya kapsul bakteri dapat dipisahkan dengan metode penggojokan kemudian diekstrak untuk menghasilkan lendir (Fardiaz, S. 2002).
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia. Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. Infeksi merupakan penyebab utama kematian prematur pada bayi. Meskipun terapi profilaksis antibiotik belum terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada ibu hamil dengan ketuban pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan insidens infeksi (Lamont dkk, 2001).
Mikroba yang tahan hidup pada suhu tinggi dikelompokkan dalam mikroba termofil yang mempunyai membran sel yang mengandung lipida jenuh, sehingga titik didihnya tinggi. dan dapat memproduksi protein termasuk enzim yang tidak terdenaturasi pada suhu tinggi. DNA bakteri termofil mengandung guanin dan sitosin dalam jumlah yang relatif besar, sehingga molekul DNA tetap stabil pada suhu tinggi. bakteri termofil mempunyai suhu minimum 40oC, optimum pada suhu 55-60OC dan suhu maksimum untuk pertumbuhannya 75oC. Mikroba termofil obligat merupakan mikroba yang tidak tumbuh dibawah suhu 30 0C dan mempunyai suhu pertumbuhan optimum pada 60 0C. mikroba termofil yang dapat tumbuh dibawah suhu 30 0C, dimasukkan kelompok mikroba termofil fakultatif (Prescot, 2005).
Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen. Definisi teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani teras, yang berarti monster, dan genesis yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan sebagai asal terjadinya monster atau proses gangguan proses pertumbuhan yang menghasilkan monster.
Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu dan janin. Pada manusia, periode terjadinya teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Perlu diingat bahwa hanya sekitar 2%-3% kejadian teratogenik berhubungan dengan pajanan obat-obatan, sekitar 70% lainnya tidak diketahui. Sisanya kemungkinan berhubungan dengan kelainan genetik atau pajanan lainnya. Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu dan janin (Esoy, A., H. 2000).
Dilihat dari daya basminya terhadap mikroba, antibiotika dibagi manjadi 2 kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan berspektrum luas. Walaupun suatu antibiotika berspektrum luas, efektifitas klinisnya tidak seperti apa yang diharapkan, sebab efektifitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi, dan bukan dengan antibiotika yang spektrumnya paling luas.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok, yaitu :
1. Yang menggangu metabolisme sel mikroba. Termasuk disini adalah : Sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH
2. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Termasuk disini adalah : Penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin
3. Yang merusak keutuhan membran sel mikroba. Termasuk disini adalah : Polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin
4. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Termasuk disini adalah : Streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin, spektinomisin
5. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Termasuk disini adalah : Rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.
(Lay, B. 1994.).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum “Physical and Chemical Control of Microbial Growth” ini dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2010 pukul 12.30 WIB di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang

3.2 Skema Kerja
3.2.1 Kontrol Suhu
Biakan bakteri pada media miring diambil satu oose dan disuspensikan kedalam tabung reaksi yang telah berisi larutan media NB. Diinkubasi pada suhu yang berbeda yaitu 4oC, 30oC dan 60oC selama 24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri melalui pengukuran OD (Optical Density) menggunakan teknik spektrofotometri.
3.2.2 Kontrol pH
Biakan bakteri pada media miring diambil satu oose dan disuspensikan ke dalam 3 tabung reaksi yang telah berisi lauratan media NB yang masing-masing tabung mempunyai pH 4, 7 dan 10. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri melalui pengukuran OD (Optical Density) menggunakan teknik spektrofotometri.
3.2.3 Kontrol UV
Biakan bakteri cair diambil 1 ml dengan menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam 3 cawan petri. Masing-masing cawan tersebut ditambahkan media NA yang masih cair dan tidak terlalu berlebihan atau kurang. Kemudaian dilakukan homogenasi dengan menggerakkan cawan secara perlahan dengan membentuk angka 8. Setelah agak mengeras, masing-masing cawan diinkubasi dalam LAF (penyinaran UV) sesuai waktu yang telah ditentukan, cawan petri 1 disinari UV selama 5 menit, cawan petri 2 selama 10 menit dan cawan petri 3 selama 30 menit. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri.
3.2.4 Kontrol NaCl
Biakan bakteri A (isolat SP16A),B (Isolat SP26A),C (isolat P25A) dan D (isolat P35A) dilakukan single streak ke dalam 3 cawan petri . Cawan petri 1 berisi media NA tanpa NaCl, cawan 2 berisi media NA+ 3% NaCl dan cawan 3 berisi media NaCl+7% NaCl. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri.
3.2.6 Kontrol Pestisida
Biakan bakteri A (isolat SP16A),B (Isolat SP26A),C (isolat P25A) dan D (isolat P35A) dilakukan single streak ke dalam 3 cawan petri . Cawan petri 1 berisi media NA+10 ppm pestisida, cawan petri 2 berisi media NA+50 ppm pestisida dan cawan petri 3 berisi media NA+100 ppm pestisida. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri.
3.2.7 Kontrol Antibiotik
Biakan bakteri cair diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri. Ditambahkan media NB dengan cara pour plate. Cawan petri dibagi menjadi 4 bagian (A,B,C dan D). Masing-masing bagian diberi antibiotik (A: Azithromycin, B: Apramycin, C: Cinoaxin dan D: Cephazolin). Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Diamati pertumbuhan bakteri.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
Praktikum yang dilakukan menggunakan beberapa alat untuk penunjang kelancaran praktikum ini. Cawan petri digunakan sebagai wadah biakan bakteri dan media yang akan diamati pertumbuhannya. Jarum Oose digunakan untuk mengambil biakan bakteri dan digunakan untuk menstreak biakan bakteri ke dalam cawan petri yang telah berisi media NA. Tabung reaksi digunakan juga sebagai wadah bakteri dan media control yang akan diamati. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur OD (Optical Density) dari biakan bakteri yang berada pada media cair. Mikropipet digunakan untuk mengambil biakan bakteri cair secara tepat, dalam praktikum ini diambil 1 ml. Isolat bakteri digunakan sebagai sampel bakteri yang akan diuji resistensinya terhadap kontrol kimia dan fisika. NA dan NB digunakan sebagai media pertumbuhan dan perkembangan bakteri. NaCl, antibiotik dan pestisida digunakan sebagai kontrol kimia terhadap ketahanan (resistensi) bakteri. Sinar UV digunakan sebagai faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan/resistensi bakteri.
Kemudian diambil 1 oose, bakteri yang bertujuan untuk menginokulasikan pada tabung reaksi yang berisi larutan media N dan diinkubasi. Proses inkubasi pada suhu 4oC, 30oC dan 60oC selama 24 jam pada suhu ruang bertujuan memberikan perlakuan dengan keadaan suhu yang berbeda untuk menumbuhkan bakteri yang telah diinokulasikan. Media NB ditentukan dengan pH 4, 7 dan 10 selama 24 jam pada suhu ruang bertujuan menyediakan media dengan keadaan pH yang berbeda dan untuk menumbuhkan bakteri yang telah diinokulasikan. pengukuran OD (Optical Density) untuk mengetahui nilai absorbansi yang menggambarkan densitas bakteri yang resisten.
Diambil 1ml bakteri cair ke dalam 3 cawan yang bertujuan untuk menyiapkan bakteri dalam jumlah yang tidak terlalu berlebihan. Penuangan secara pourplate bertujuan menyediakan media NA sebagai nutrisi bakteri. Penginkubasian cawan pada LAF (penyinaran UV) cawan 1 selama 5 menit, cawan 2 selama 10 menit, cawan 3 selama 30 menit untuk memberikan pengaruh UV terhadap masing-masing perlakuan lama waktu yang berbeda, serta diinkubasi selama 24 jam untuk menumbuhkan bakteri. Pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat perbedaan bakteri yang tumbuh di setiap perlakuan.
Penggunaan metode single streak 4 isolat ke dalam 3 cawan yang mempunyai 3 kandungan NaCL yang berbeda bertujuan untuk menginokulasikan bakteri pada media yang berbeda, cawan petri 1 berisi media NA tanpa NaCl, cawan 2 berisi media NA+ 3% NaCl dan cawan 3 berisi media NaCl+7% NaCl. Inkubasi selama 24 jam berfungsi untuk menumbuhkan atau melihat pertumbuhan bakteri.
Perlakuan metode kali ini hampir sama dengan metode sebelumnya hanya media dan kandungannya saja yang berbeda. Pada metode ini dilakukan metode single streak 4 isolat ke dalam 3 cawan yang mempunyai 3 kandungan pestisida yang berbeda cawan petri 1 berisi media NA+10 ppm pestisida, cawan petri 2 berisi media NA+50 ppm pestisida dan cawan petri 3 berisi media NA+100 ppm pestisida, bertujuan untuk menginokulasikan bakteri pada media yang berbeda. Inkubasi selama 24 jam berfungsi untuk menumbuhkan atau melihat pertumbuhan bakteri.
Pengambilan bakteri cair 1 ml secara pour plate pada media NB dilakukan untuk menginokulasikan bakteri tersebut pada cawan. Pembagian cawan menjadi 4 bagian untuk menempatkan 4 jenis antibiotik sebagai faktor kimia yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Inkubasi selama 24 jam berfungsi untuk menumbuhkan atau melihat pertumbuhan bakteri.

4.2 Analisis Hasil
Perubahan lingkungan mikroba dapat menginduksi terbentuknya enzim tertentu. Induksi menyebabkan kecepatan sintesis suatu enzim dapat dirangsang sampai beberapa ribu kali. Enzim adaptif adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat. Sebagai contoh adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa. Mulamula E. coli tidak dapat menggunakan laktosa sehingga awalnya tidak nampak adanya pertumbuhan (fase lag/fase adaptasi panjang) setelah beberapa waktu baru menampakkan pertumbuhan. Selama fase lag tersebut E. coli membentuk enzim beta galaktosidase yang digunakan untuk merombak laktosa (Prescot, L. M. 2005).
Macam-macam antibiotik
Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika dilihat dari target atau sasaran kerjanya (McCoy, 2000):
• Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G
• Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid
• Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, tetracycline, oxytetracycline
• Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;
• Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan
• Antimetabolit, misalnya azaserine.
Bakteri pengoksidasi amonia yang bersifat autotrofik adalah kelompok bakteri yang terutama berperan dalam proses oksidasi amonia menjadi nitrit pada siklus nitrogen, juga pada proses peruraian nitrogen dalam sistem pengolahan limbah cair. Bakteri autotrofik yang berperan dalam oksidasi amonia menjadi nitrit adalah Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosolobus, dan Nitrosovibrio. Beberapa mikroorganisme yang bersifat heterotrofik juga dilaporkan mampu mengoksidasi amonia atau nitrogen organik menjadi nitrit atau nitrat (Sylvia et al., 1990). Mikroorganisme yang termasuk dalam golongan tersebut diatas antara lain adalah: fungi (Aspergillus) dan bakteri (Alcaligenes, Arthrobacter spp., dan Actinomycetes). Menurut Alexander (1977), Arthrobacter dan Aspergillus flavus mampu menghasilkan nitrat dalam media yang mengandung amonia sebagai sumber nitrogen (Ratledge, C. 1994).
Isolat SP16A ini memiliki pertumbuhan optimal pada suhu 30oC dengan OD sebesaar 0,199 yang diukur dengan panjang gelombang 600 nm. Pada suhu 4oC dan suhu 60oC nilai OD isolat ini tidak sebanyak seperti yang dilakukan terhadap suhu 30oC. Kemudian pH yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan isolat ini yaitu sebesar 7. Sebagian besar mikroba tumbuh maksimal pada pH mendekati netral, antara 6.5 hingga 7.5. Pada pemaparan sinar UV dengan selang waktu yang telah ditentukan tidak mampu mempengaruhi pertumbuhan isolat ini. Begitu pula yang terjadi pada perlakuan NaCl, tingkat kandungan NaCl pada media yang digunakan juga tidak mampu mempengaruhi pertumbuhan isolat ini. Pada perlakuan pemberian pestisida, isolat ini tidak mampu tumbuh pada kandungan pestisida 10-1000 ppm. Isolat ini juga menunjukkan ketidak resistennya terhadap pemberian antibiotik AZM, APR, CIN dan KZ dengan menunjukkan adanya zona bening. ( Class. 2009)
Bakteri autotrofik menggunakan CO2 sebagai sumber karbon, sedangkan bakteri heterotrofik menggunakan senyawa organik, seperti asetat, piruvat, dan oksaloasetat sebagai sumber karbon. Laju pertumbuhan bakteri yang bersifat autotrofik lebih lambat dibandingkan dengan bakteri heterotrofik. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi amonia (Esoy et al., 1998). Derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan bakteri pengoksidasi amonia yang bersifat autotrofik berkisar dari 7,5 sampai 8,5 (Ratledge, 1994). Sedangkan bakteri yang bersifat heterotrofik lebih toleran pada lingkungan asam, dan tumbuh lebih cepat dengan hasil yang lebih tinggi pada kondisi dengan konsentrasi DO rendah (Zhao et al., 1999). Isolat SP25A memiliki pertumbuhan optimal pada suhu 30oC dengan OD sebesar 0,047 yang diukur pada panjang gelombang 600 nm. dan untuk pH yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan isolat ini sebesar 4. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri ini resisten terhadap tingkat keasaman yang mendekati ekstrim..
Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin). Contohnya adalah bakteri nitrat, rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna urea. Hanya beberapa bakteri yang bersifat toleran terhadap kemasaman, misalnya Lactobacilli, Acetobacter, dan Sarcina ventriculi. Bakteri yang bersifat asidofil misalnya Thiobacillus. Berdasarkan pH-nya mikroba dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (a) mikroba asidofil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 2,0-5,0, (b) mikroba mesofil (neutrofil), adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan (c) mikroba alkalifil, adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5 (Black, J. B. 2005). Isolat P25A memiliki pertumbuhan optimal pada suhu 30oC dengan OD sebesar 0,046 pada panjang gelombang 560 nm. Sedangkan tingkat keasaman (pH) yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan isolat ini sebesar 7 karena sebagian besar bakteri tumbuh pada lingkungan dengan tingkat keasamaan mendekati netral (Class, 2009). Isolat ini juga menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap paparan sinar UV dengan selang waktu yang telah ditentukan dengan pertumbuhan isolat ini. Isolat ini mampu tumbuh pada media degan kadar NaCl 3 % dan 7%. Selain itu isolat ini juga mampu tumbuh pada media dengan kadar pestisida hingga mencapai 1000 ppm. Antibiotik AZM, APR, CIN dan KZ yang diberikan mampu menghambat pertumbuhan isolat ini dengan membentuk Zona Bening pada media..
Terdapat beberapa faktor kimia yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain adalah logam berat, ion-ion dan beberapa senyawa asam. Logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, dan Pb pada kadar rendah dapat bersifat meracun (toksis). Logam berat mempunyai daya oligodinamik, yaitu daya bunuh logam berat pada kadar rendah. Ion-ion lain yang dapat mempengaruhi kegiatan fisiologi mikroba, yaitu ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan benzoat. Ion-ion ini dapat mengurangi pertumbuhan mikroba tertentu dan sering digunakan untuk mengawetkan suatu bahan, misalnya digunakan dalam pengawetan makanan. Senyawa lain yang juga mempengaruhi fisiologi mikroba, misalnya asam benzoat, asam asetat, dan asam sorbet (Infoplease, 2008). Menurut Black (2005)
Pada perlakuan pemberian Antibiotik sebagai kontrol pertumbuhan bakteri dapat diketahui terdapat zona bening yang memiliki luasan berbeda-beda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena tingkat keresistenan dari isolat dan tingkat toksisitas antibiotik itu sendiri. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, antibiotik dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif (Butterworth, 2001). Ketentuan kekuatan antibiotik adalah sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 mm-20 mm (kuat), 5 mm-10 mm (sedang), dan daerah hambatan 5 mm atau kurang (lemah) (Dasida, 2001). Isolat P25A memiliki pertumbuhan optimal pada suhu 30oC dengan OD sebesar 0,046 pada panjang gelombang 560 nm. Sedangkan tingkat keasaman (pH) yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan isolat ini sebesar 7 karena sebagian besar bakteri tumbuh pada lingkungan dengan tingkat keasamaan mendekati netral (Class, 2009). Isolat ini juga menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap paparan sinar UV dengan selang waktu yang telah ditentukan dengan pertumbuhan isolat ini. Isolat ini mampu tumbuh pada media degan kadar NaCl 3 % dan 7%. Selain itu isolat ini juga mampu tumbuh pada media dengan kadar pestisida hingga mencapai 1000 ppm.. Pertumbuhan mikrobia mengacu pada perubahan di dalam hasil pertumbuhan total massa sel dan bukan perubahan individu organisme. Setiap spesies mikrobia memiliki pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertumbuhan tersebut dapat diketahui dengan pembuatan kurva pada masing-masing jenis mikrobia. Pertumbuhan suatu mikrobia tidak didasarkan pada ukuran sel yang meningkat namun pada kuantitas sel yang semakin bertambah. Fase-fase pertumbuhan mikrobia dapat dibedakan menjadi 4 tahap, yaitu fase lag, eksponensial, stasioner dan kematian (Scielo, 2009). Pertumbuhan mikrobia tersebut dipengaruhi adanya faktor kimia dan fisik dari lingkungannya. Faktor fisik antara lain suhu, pH, ketersediaan air dan tekanan osmotik. Sedangkan yang termasuk faktor kimiawi adalah sumber karbon, sumber nitrogen, sumber sulfur dan fosfor, oksigen, trace element, dan faktor pertumbuhan organik (Tortora, 2007)..



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Mikroba yang tahan hidup pada suhu tinggi dikelompokkan dalam mikroba termofil yang mempunyai membran sel yang mengandung lipida jenuh, sehingga titik didihnya tinggi. dan dapat memproduksi protein termasuk enzim yang tidak terdenaturasi pada suhu tinggi. Pada perlakuan pemberian Antibiotik sebagai kontrol pertumbuhan bakteri dapat diketahui terdapat zona bening yang memiliki luasan berbeda-beda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena tingkat keresistenan dari isolat dan tingkat toksisitas antibiotik itu sendiri. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, antibiotik dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif ,

5.2 Saran
Praktikum ini sebaiknya dolakukan dengan hati-hati dan teliti, serta agar dipersiapkan dengan baik sebelum melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Barker, K. 2001. At The Bench, A Laboratory Navigator. Cold Spring Harbor Laboratory Press : New York.
Black, J. B. 2005. Microbiology Principles And Explorations. 6th Edition. John Willey and Sons, Inc. New York
Esoy, A., H. Odegaard and G. Bentzen. 1998. The Effect of Sulphide and Organic Matter on The Nitrification Activity In Biofilm Procces. Water Science Technology 37 (1): 115-122.
Fardiaz, S. 2002. Microbiology 1. Publishing Company.New York.
Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lim, D. 1998. Microbiology, 2nd Edition. McGrow-hill book, New york.
Madigan, MT; Martinko J; Parker J (2004). Brock Biology of Microorganisms (10th Edition ed.). Lippincott Williams & Wilkins
Prescot, L. M. 2005. Microbiology. Mc. Graw Hill. Boston.
Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2002. Microbiology. 5th Ed. Boston: McGraw-Hill. New York.
Ratledge, C. 1994. Biochemistry of Microbial Degradation. Amsterdam: Kluwer Academic Publisher.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press.Malang
Wasetiawan. 2009. faktor-lingkungan-bagi-pertumbuhan-mikroba-blog. unila.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Mei 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar